—
|
Sebuah nama tiba-tiba menguap dari hatiku. Luruh. Seperti
dedaunan di musim gugur. Kepaknya berkelana bersama angin yang bertiup
lembut. Lalu hinggap di tanah. Hanyut bersama derai hujan. Aku disini
berdiri. Menatap hampa pada musim yang berubah warna. Merah, biru, putih,
kuning, hijau. Berpadu menjadi dedaunan yang lapuk. Setiap detik adalah napas
kehidupan di depannya. Berharap untuk tidak menjadi sia-sia. Aku tahu, pada
akhirnya memang akan seperti ini. Tergugu menatap hampa pada waktu yang
berlari di depanku. Sedangkan langkah masih terasa berat untuk
melangkah. Suatu waktu kau pernah bilang, bahwa hidup akan terus
berlanjut, meski tanpa kau disini. Aku ingat itu. Dan akan selalu ingat bahwa
kalimat itu adalah jawaban dari semua penantian kemarin. Tidak ada yang
berubah dari ucapanmu, bahkan setelah tahun-tahun berlalu. Aku, kamu—kita
masih sama.
Detak jarum jam kembali berputar, beranjak dari perhentian terakhirnya. Dan aku, memang harus melanjutkan perjalanan ini, meski tertatih. Aku percaya, suatu saat, akan menemukan musimku sendiri. Musim yang akan memayungiku dengan bunga-bunga dan kehangatan. Musim yang tidak mudah luruh dan berubah warna. Musim yang hanya akan ku kukunjungi seumur hidup namun akan bertahan disana selamanya. Itulah musimku. Musim keajaiban esok hari. Angin dipenghujung musim masih berhembus lirih, membelai mukaku yang mulai menyendu. Daun-daun tak henti jatuh. Luruh ke bumi. Seperti nama yang menguap tiba-tiba. Akhirnya aku beranjak dari tempatku berdiri. Melangkah, menyusul waktu yang telah lama lewat. Kau dan musimmu, biar kutinggalkan disana. Berharap kau akan baik-baik saja bersamanya. Semoga kau bahagia dan selamat tinggal…. |
Tidak semua yang saya tulis adalah saya, dan tidak semua yang kamu baca adalah kamu.
Rabu, 20 Maret 2013
“Season will be change”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar