Sabtu, 27 November 2010

Duhai ibunda... Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.

Ringkih dan renta karena ditelan usia, namun tampak tegar dan bahagia. Ikhlas, memancarkan selaksa cinta penuh makna yang membias dari guratan keriput di wajah. Tiada yang berubah sejak saat dalam buaian, hingga sekarang mahkota putih tampak anggun menghiasinya. Dekapannya pun tak berubah, luruh memberikan kenyamanan dan kehangatan.
Jemari itu memang tak lagi lentik, namun selalu fasih menyulam kata pinta, membaluri sekujur tubuh dengan doa-doa. Kaki tampak payah, tak mampu menopang tubuhnya. Telapak tempat surga itu pun penuh bekas darah bernanah, simbol perjuangan menapak sulitnya kehidupan.
Ibunda...
Adakah saat ini kita terenyuh mengenangkannya? Ia adalah sebuah anugerah terindah yang dimiliki setiap manusia. Sejak dalam rahim, betapa cinta itu tak putus-putusnya mengalirkan kasih yang tak bertepi. Hingga kerelaan, keikhlasan dan kesabaran selama 9 bulan pun bagai menuai pahala seorang prajurit yang sedang berpuasa, namun tetap berperang di jalan Allah Subhanahu wa Taala.
Selaksa cinta ibunda yang dibaluri tsaqofah Islamiyah (wawasan keislaman) telah menyemai banyak pahlawan Islam. Teladan Asma binti Abu Bakar Ash-Shidiq melahirkan pahlawan Abdullah bin Zubair, yang dengan cintanya masih berdoa agar dirinya tidak mati sebelum mengurus jenazah anaknya yang disalib Hajaj bin Yusuf, antek Bani Umaiyah. Polesan warna seorang ibunda, Al Khansa, melahirkan putra-putra kebanggaan Islam yang berani dan luhur akhlaqnya, hingga satu persatu syahid pada perang Qodisyiah. Di sela kesedihannya, ibunda masih berucap, "Alhamdulillah... Allah telah mengutamakan dan memberikan karunia padaku dengan kematian anak-anakku sebagai syuhada. Aku berharap semoga Allah mengumpulkan aku dengan mereka dalam rahmat-Nya kelak."
Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku berta kpd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal-amal yg paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktu (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kpd kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah” [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]
 Bahwa ridla Allah tergantung kpd keridlaan orang tua. Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.
Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridla Allah tergantung kpd keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kpd kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]
Banyak... sungguh teramat banyak cinta ibunda yang melahirkan kisah-kisah teladan. Yatim seorang anak pun tidaklah menghalangi ibunda untuk merangkai sejarah dengan tinta emas, terbukti dengan mekar harumnya para mujtahid Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hambal serta Imam Bukhari. Didikan ibunda mereka telah mampu mendidiknya hingga menjadi anak-anak yang gemar menuntut ilmu tanpa kenal lelah, bahkan mandiri dalam kemiskinan.
Kita mungkin dilahirkan dari rahim seorang perempuan biasa. Bahkan kita pun tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pahlawan. Namun, ibunda kita dan mereka adalah sama, sebuah anugerah terindah dari Allah Subhanahu wa Taala.
Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan, popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang terlontar?

Saat dewasa, tapak kaki telah kuat menjejak tanah dan tangan pun terkepal ke angkasa, masihkah selalu ingat ibunda? Cita-cita telah tergenggam di tangan, popularitas, kemewahan hingga dunia pun telah takluk menyerah kalah, tunduk karena ketekunan, jerih payah serta kerja keras tiada hentinya. Haruskah sombong dan angkuh hingga kata-kata menyakitkan begitu gampang terlontar?
Duhai jiwa, sekiranya engkau sadar bahwa tanpa doa ibunda, niscaya semua masih angan-angan belaka.
Astaghfirullah... ampuni diri ini ya Allah.
Duhai ibunda...
Maafkan jika mata ini pernah sinis memandang, dan lidah yang pernah terucap kata makian hingga membuat luka hatimu. Maafkanlah pula kalau kesibukan menghalangi untaian doa terhatur untukmu. Ampuni diri ananda yang tak pernah bisa membahagiakanmu, ibunda.
Sungguh, jiwa dan jasad ini ingin terbang ke angkasa lalu luruh di pangkuan, mendekap tubuh sepuh, serta menangis di pangkuanmu. Hingga terhapuskan kerinduan dalam riak anak-anak sungai di ujung mata. Rengkuhlah ananda dengan belai kasih sayangmu bagai masa kecil dulu. Mengenangkan indahnya setiap detik dalam rahimmu dan hangatnya dekapanmu. Buailah dengan doa-doa hingga ananda pun lelap tertidur di sampingmu.
Duhai ibunda...
Keindahan dunia tak akan tergantikan dengan keindahan dirimu.
Sorak-sorai pesona dunia pun tak dapat menggantikan gemuruh haru detak jantung saat engkau memelukku.
Indah... semua begitu indah dalam alunan cintamu, menelisik lembut, membasahi lorong hati dan jiwa yang rindu kasih sayangmu.
Begitu besar jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yg kita lakukan untuk berbakti kpd kedua orang tua tdk akan dpt membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma melihat seorang menggendong ibu untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut berta kpd, “Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, “Belum, setetespun engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu” [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]
Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dgn beban yg dirasakan sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan jiwa antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yg menyusui kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semua dilakukan oleh ibu kita, bukan oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tdk ada yg bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dgn membawa ke dokter atau yg lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.
Duhai ibunda...
Bukakanlah pintu ridhomu, hingga Allah pun meridhoiku.
Wallahualam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar